Ah, akhirnya keinginan Dina untuk ngepost cerpen pertama Dina terwujud! Ini nih cerpen pertama yang dina buat pas kelas 5. Cerpen ini jadi juara di perlombaan membuat cerpen antar kelas 5 SD BPI 2009-2010 lho, hehe.. Juara 1 lho. :D Sombong banget ya Dina!
Baca cerpennya yuk! Nanti kasih komentar, ok?
Sebuah Penyesalan
Sekarang di SD nya Cici atau SD Pelita Emas tuh lagi jamannya Nintendo DS, itu loh semacam gameboy gitu yang harganya juga bisa dibilang mahal. Maklumlah SD Pelita Emas itu SD yang rata-rata muridnya anak pejabat, artis, atau orang penting lainnya. Biaya sekolahnya pun tidak bisa dibilang murah. Fasilitasnya sangat lengkap ada lab computer, lab bahasa , perpustakaan, ruang seni musik, gedung olahraga, dan kelas yang sangat nyaman. Karena itu biayanya tidak bisa dibilang murah. Cici yang yang sedang melamuni NDS temannya Vira tiba-tiba tersadar dari lamunannya karena dikejutkan oleh Peni.
“Hayo lagi ngelamunin siapa?” Peni bertanya sambil menepuk bahu Peni.
“Iya nich ngelamunin si Arya ya?” timpal Vira. Arya anak laki-laki yang cukup populer dikelas 5A karena dia jago main basket, dan Cici tuh suka sama Arya tapi engga pernah kesampean.
“Enak aja!” Cici menjawab dengan ketus, bel masuk pun berbunyi. Cici buru-buru masuk kelas disusul yang lainnya. Vira dan Peni tampak bingung, tapi mereka tidak berani menanyakannya.
Di pelajaran Matematika itu Cici melamun terus, tidak memperhatikan. Padahal biasanya dia paling serius dalam pelajaran ini soalnya dia engga mau kalah kalo lagi menjawab soal-soal di papan tulis sama Frida yang langganan juara kelas. Pikiran gadis yang ramah, baik, cerdas, dan berjilbab itu terpusatkan ke NDS. Sebenarnya Cici bisa saja beli NDS maklumlah papanya Cici itu pejabat penting tapi sekarang bukan lagi papa Cici dituduh korupsi dan semenjak itu papanya Cici juga sakit kanker otak yang memerlukan biaya banyak, kakak Cici juga tahun ini akan masuk kuliah.
“Cici coba kamu kerjakan soal ini!” perintah Bu Rini sambil menuliskan soal pecahan di papan tulis. Cici sangat terkejut tapi dia tetap maju ke depan untuk mengerjakan nya. Untungnya Cici dapat mengerjakannya, tak lama kemudian bel pulang berbunyi. Anak-anak 5A bubar, seperti biasa Anggi menumpang ke mobil Cici karena rumahnya satu arah. Sebenarnya mobil itu harus dijual tetapi Cici menolak akhirnya 2 motor automaticlah yang dijual untuk biaya perawatan papa. Tak lama kemudian Anggi turun dari mobil Swift Cici dan mengucapkan terima kasih. 15 menit kemudian Cici sampai di rumah tingkat 2 yang dilengkapi kolam renang.
“Assalamualaikum.” Cici mengucapkan salam pada mamanya.
“Wa’alaikumsalam.” Mama menjawab salam Cici.
“Ayo cepat makan siang!” ajak mama.
“Iya.” jawab Cici.
Seusai makan siang Cici menggunakan waktu luangnya untuk menghitung uang, karena hari itu tidak ada PR dan ulangan.
“Uang di bank ada Rp 2.500.000,00 , di mama ada Rp 1.750.000,00.” ucap Cici sambil menghitung uang.
“Semuanya ada Rp 4.250.000,00. Untuk perawatan papa bulan ini masih nunggak Rp 2.500.000,00 , jadi sisanya tinggal Rp 1.750.000,00.” Cici merinci.
Mama yang kebetulan lewat kamar Cici bertanya.
“Sedang apa Ci?” mama bertanya.
“Oh, engga kok ma, Cici lagi menggambar.” Cici terpaksa berbohong karena dia tidak mau mama tau , dia mau dia membeli NDS dengan uang sendiri.
“Oh, ya udah mama ke bawah ya Ci.” mama bergegas ke bawah.
Saat makan malam Cici sangat cepat menghabiskannya, seusainya dia langsung bergegas untuk tidur. Keesokan harinya di sekolah Cici tidak jajan dia membawa bekal dari rumah, jatah uang jajannya ditabung untuk biaya papa dan untuk membeli NDS.
“Ci, ke kantin yuk!” ajak Anita.
“Engga dech aku bekel.” Cici menolak ajakan Anita dengan halus.
“Oh, ya udah aku sama Peni aja ke kantinnya.” Anita agak kecewa, dia pun ke kantin bersama Peni.
Kejadian itu terjadi kira-kira sekitar 2 minggu lebih. Tepat di hari Cici akan membeli NDS, Anita bertanya kepada Cici.
“Ci, jadi beli NDS engga? Anita bertanya sambil asyik memainkan game Cooking Mama 2 di NDS milik Vira.
“Iya, jadi engga?” Vira menimpali.
“Insya Allah nanti sehabis pulang sekolah, kamu jadi engga Ta?”
Cici bertanya pada Anita.
“Kayanya engga soalnya kakak aku maunya PSP.” jawab Anita dengan kesal karena kalah di game Cooking Mama 2.
Bel masuk berbunyi anak-anak bergegas masuk kelas untuk melanjutkan pelajaran di jam terakhir. Pelajaran terakhirnya adalah IPA, hari ini mereka semua akan ulangan tentang Pesawat Sederhana. Semua mengerjakan dengan tenang. Bel pulang berbunyi anak-anak pun mengumpulkan ulangannya dan bergegas pulang ke rumahnya masing-masing.
Sesampainya Cici di rumah, Cici segera berganti pakaian dan makan siang. Kak Herman yang akan mengantar Cici membeli NDS sudah siap.
“Ci, jadi beli NDS? tanya mama.
“Jadi ma, memang kenapa? Cici bertanya.
“Ya engga apa-apa, engga bakal dikasih untuk biaya papa? tanya mama dengan penuh harap.
“Nanti kalau Cici udah punya uang dikasih ke papa dech.” jawab Cici sambil menghabiskan buah semangka yang disediakan mama untuk cuci mulut.
“Ya sudah dech terserah kamu.” Mama menjawab dengan lesu, mama sangat berharap kalau anak bungsunya itu berubah pikiran.
Kak Herman dan Cici berangkat memakai mobil Swift. Rencana mereka pergi ke BEC lalu ke RSHS untuk menengok papa. Tak lama kemudian mereka sampai di BEC mereka pun memasuki toko Game City yang terletak di lantai 2. Cici memilih NDS berwarna merah muda dan diisi dengan game-game yang ia suka. Kak Herman membeli kaset PS Harry Potter and The Order Of Pheonix. Sementara mereka berdua asyik melihat-lihat mama cemas karena keadaan papa tambah kritis. Diperkirakan oleh dokter papa sudah tidak bisa tertolong. Mama mencoba menghubungi kak Herman, tetapi ponsel kak Herman tidak aktif. Mama pun menghubungi Cici,, tetepi sialnya ponsel Cici tertinggal di rumah. Mama pun putus asa, akhirnya mama berhenti menghubungi kak Herman ataupun Cici. 1 jam berlalu kak Herman dan Cici pun pergi menengok papa ke RSHS.
Ketika aku dan kak Herman sampai di ruangan papa, aku melihat mama, tim dokter dan para suster berkumpul mengelilingi papa. Mama sedang menangis tersedu-sedu. Sejenak aku berpikir, akupun mengerti sekarang papa sudah tak bernyawa. Aku berlari dan memeluk papa, tapi apa boleh buat papa sudah dipanggil oleh yang kuasa. Biaya perawatan papa masih tertunggak sebesar Rp 3.750.000,00 , sekarang aku sudah tidak punya simpanan uang lagi. Sekarang semuanya tidak punya uang simpanan lagi. Aku sangat menyesal telah membuang-buang uang hanya untuk membeli NDS.
“Buat apa aku beli NDS, kalau tahu jika papa akan pergi secepat ini!” aku berujar dalam hati.
“Aku tergoda Vira!” Cici menyalahkan dirinya dalam hati.
Ketika papa dikubur, kami semua sangat sedih. Sanak saudara semua datang. Kami sekeluarga besar sangat berduka cita. Di usia papa yang masih cukup muda, 43 tahun papa sudah diambil nyawanya. Aku, mama, kak Herman ditinggalkannya.
“Papa semoga kau terjaga di sana.” aku mendoakan sambil menitikkan air mata.
Gimana? hehe..
Makasih ^_^
ceritanya bagus lho kak! ^_^
BalasHapusaku sedikit terharu....
ceritanya oke..! klik http//www.duniamufida.blogspot.com
BalasHapus@ Nanda : Makasih ya! Mohon masukannya :)
BalasHapus@ Mufida : makasih yaa, mohon masukannya :) oke deh
keren lho din! aku suka Dina hebat ya!
BalasHapuscepenya tambahin donk :D
BalasHapus@ Nabila : Makasih ya, mohon masukannya :)
BalasHapus@ Dieni : Insya Allah! ^^